Pendakian Gunung Penanggungan

Gunung Penanggungan
Gambar Gunung Penanggungan terlihat dari Puncak Bayangan

Gunung Penangungan atau nama kunonya Gunung / Puncak Pawitra. Gunung berapi yang dalam kondisi istirahat, terletak di Jawa Timur Indonesia, tepatnya di perbatasan dua kabupaten yaitu Kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan Kabupaten Pasuruan (sisi timur).

Gunung kecil yang juga terletak antara Gunung Arjuno dan Gunung Welirang yang jauh lebih besar. Ketinggian gunung ini hanya 1653 mdpl, tapi memiliki keunikan dari sejarahnya.

Pendakian Yang Tidak Direncanakan

Dari ini sudah jelas sekali, tak ada rencana untuk mendaki. Teman desa saya yang belum saya ketahui mau mendaki, tiba-tiba mereka mengajak saya untuk mendaki.

Bener sih, mereka sebelumnya sudah pernah mendaki di gunung ini. Tapi saya belum pernah mendaki sama sekali.

Bahkan, yang saya tau dari pendakian pertama. Mereka sangat kelelahan saat diperjalanan.

Perjalanan yang begitu sangat sepi, jarang ada seorang pendaki dan juga malam menemani perjalanan mereka.

Karna mereka sebelumnya lewat jalur Trawas. Jalur yang cukup populer dikalangan para pendaki. Jalur yang treknya didominasi oleh tanah setapak.

Melewati empat pos pendakian yang jarak masing-masing antar pos tidak terlalu jauh. Dan selanjutnya, melewati puncak bayangan yang merupakan tempat ideal untuk mendirikan tenda.

Sebut saja Mael namanya. Dia yang mengajak saya untuk melakukan pendakian ini. Dia juga pernah mendaki di gunung ini. Jadi, dia sudah ada pengalaman mendaki tapi hanya satu kali.

Keduanya ini, dia mengajak saya untuk mendaki lagi. Di gunung yang pernah dia mendaki.

“Ayo muncak! Penanggungan sini aja. Tapi lewat jalur Tamiajeng, soalnya saya dulu pertama muncak lewat jalur Trawas”, kata ajak Mael untuk saya.

“Berangkat kapan dan sama siapa saja?”, kata saya yang masih gugup untuk menjawab iya.

“Nanti malam sama anak desa sendiri”, jawab Mael dengan tegas.

Dengan masih gugupnya saya untuk mengiyakan jawaban dari dia. Saya pun bertanya lagi.

“Peralatannya gimana?”.

Owh tenang, sudah siap semua. Kamu tinggal iuran saja”, jawab si Mael.

“Ok siap, berangkat!!!”, dengan lantangnya saya jawab itu.

Tim Ribet (Ruwet)

Gunung Penanggungan
Gambar diambil saat akan mulai pendakian – Tim Ruwet

Setelah saya setuju dengan ajakan Mael. Malamnya pun mulai berangkat dari rumah menuju pos pendakian gunung.

Sebelum barangkat menuju pos pendakian, ada-ada saja keruwetan dari teman-teman desa ini.

Mulai dari sepeda motor yang belum dibawa STNK-nya, jaket yang tertinggal, sok pakek sarung tangan.

Maklumlah, pertama kali mendaki gunung. Jadi, agak tampil keren gitu teman-teman, kayak mau ke mall, hihi. Kita menyebutnya Tim Ruwet

Mungkin mereka dan saya belum tau rasanya mendaki. Padahal yang sebenarnya mendaki itu sangatlah kotor.

Harus menyatu dengan alam. Dengan alam bebas yang begitu banyak penghuninya.

Est, jangan aneh-aneh mikirnya. Penghuni disini hanya ciptaan Tuhan. Seperti manusia, tumbuhan, dan makhluk halus yang tak bisa dilihat, hihi.

“Alatnya gimana?”, tanya saya dengan peralatan yang belum ada.

“Nanti saat berangkat, sekalian ambil peralatannya”, jawab Mael yang mengajak saya.

Setelah menunggu beberapa saat dan semua sudah kumpul. Berangkatlah kita menuju pom bensin. Yups, pom bensin tempat pemberhentian untuk mengisi bensin. Dan juga mengambil peralatan yang tidak jauh dari tempat pom bensin.

Peralatan sudah diambil dan motor sudah diisi bensin. Kita pun melanjutkan perjalanan.

Nah, disini tak ada kesepakatan untuk lewat arah mana saat perjalanan. Ada yang lewat jalur timur, ada juga yang lewat jalur selatan, jadi berangkat sudah terpencar semua.

Dan alhamdulillah mereka saling mengerti, kalo ada teman yang tertinggal. Meraka juga belum mengerti tempat pos pendakiannya. Jadi, kita saling menunggu.

Di tengah perjalanan saya masih ragu akan keberangkatan ini. Dengan kondisi yang masih belum tatak. Terpaksa saya dan teman-teman berhenti sejenak untuk berdo’a terlebih dahulu.

Karna dengan memulai berdo’a, insyaallah kita diberi keselamatan sama Tuhan dalam perjalanan ini.

Kita pun melanjutkan perjalanan lagi menuju tempat pos pendakian gunung. Sampai di pos pendakian gunung, kita membeli tiket dan mengisi air dalam botol untuk bekal saat perjalanan pendakian.

Pejalanan Yang Banyak Berhenti

Gunung Penanggungan
Gambar diambil saat Roni istirahat

Arahan dari tim SAR untuk memulai pendakian, “sebelumnya ada yang pernah naik gunung ini?”, tanya tim SAR kepada rombongan kita.

“Saya pak, tapi lewat jalur Trawas. Bukan jalur ini (Tamiajeng)”, jawab si Mael.

“Saya pak, satu bulan yang lalu saya mendaki di gunung ini”, jawab juga salah satu dari rombongan kita yang sudah pernah mendaki disini.

“Ok bagus, jadi ada yang bisa menjadi penunjuk jalur untuk rombongan ini”, jawab petugas sambil menunjukkan kertas yang berisi map untuk petunjuk arah.

Mulailah perjalanan kita dari pos pertama. Tak lupa juga untuk memulai dengan do’a pastinya, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Perjalanan dari pos ke pos kita lalui. Rasa lelah yang selalu ada buat saya, karna ini adalah pendakian pertama saya.

Mau berhenti, tapi saya malu untuk berkata dengan teman-teman, hihi. Melanjutkan perjalanan yang menahan lelah, huh.

Salah satu dari teman saya. Sebut saja Roni namanya, dia juga belum pernah mendaki sebelumnya. Rasa lelah juga dia rasakan.

Saat itu juga, DIA mempunyai penyakit yang tanpa kita ketahui sebelumnya. Selalu berhenti kalo sudah sampai pos.

Bahkan diperjalanan, baru 20-30 langkah sudah behenti. Saya dan Jeki temannya yang baik hati, eak hihi. Menemani dia yang selalu berhenti.

Karna saya dan Jeki melihatnya merasa kasihan dan butuh ekstra perhatian yang besar. Kalo tidak seperti itu, nantinya dia akan tertinggal dengan teman yang lain.

Sesekali kita kasih motivasi kepada si Roni ini. “Ayo bro, kamu harus kuat. Kamu pasti bisa menyelesaikan perjalanan ini”.

“Terima kasih teman-teman sudah menemani saya sampai kalian tertinggal”, jawab Roni dengan rasa lelah.

“Kalian kalo duluan, duluan aja. Aku nggak papa sendiri”, ujar si Roni yang hendak mau kita tinggalkan.

“Eh, nggak boleh gitu. Kitakan teman harus saling bahu-membahu. Kita juga nggak mau meninggalkan kamu sendiri disini”, jawab kita dengan rasa kasihan.

Puncak Bayangan Tempat Istirahat

Gunung Penanggungan
Gambar diambil saat akan senggor

Ada juga yang buru-buru untuk sampai duluan ke Puncak Bayangan. “Aku duluan ya”, adik saya yang semangat sekali untuk sampai duluan ke puncak bayangan.

Sementara itu, saya dan Jeki ditemani teman cewek yang ikut serta, masih menemani Roni yang selalu berhenti.

Tak apalah saya dan Jeki tertinggal, itu semua kita lakukan untuk menemani dia dan saling membantu antar teman yang kesusahan.

Motivasi yang terus keluar dari mulut kita, agar dia kuat untuk menjalani perjalanan ini sampai puncak yang sesungguhnya.

“Kalo capek nggak papa istirahat, kita tungguin kok”, ucap dari mulut Jeki.

“Siap-siap, makasih ya Jek”, jawab Roni.

“Aku duluan ya, nanti sambil mencari tempat untuk mendirikan tenda. Biar dapat tempat yang enak”, ucap si Mael dengan bergegasnya dia duluan.

Ditemani adik saya, Mael langsung berangkat dulu menuju puncak bayangan. Tempat yang biasanya dibuat untuk mendirikan tenda para pedaki.

Ada juga yang sebagian pendaki mendirikan tenda di puncak gunung. “Nggak lelah ya mereka. Padahal membawa peralatan tenda sangatlah berat tapi mereka mampu membawanya sampai ke puncak” batin saya.

Perjalanan yang lebih banyak berhenti, akhirnya rombongan kita yang terakhir sampai di puncak bayangan.

Berhenti sejenak untuk meyelunjurkan kaki yang sudah tak sanggup berjalan kaki. Mencari teman yang sudah disini, ternyata mereka belum mendirikan tenda. Tapi sudah dapat tempat untuk mendirikan tenda.

Jarak antar tenda satu dan dua cukup jauh, jadi kita agak terpencar untuk tempat tendanya ini.

Tenda sudah berdiri, tak banyak obrolan. Kita pun melanjutkan untuk senggor alias beristirahat, hihi.

Puncak Yang Sebenarnya

Pagi hari telah menyapa, tak banyak kata-kata. Kita pun langsung menuju puncak Gunung Penanggungan.

Puncak yang harus kita taklukkan, bonus dari perjalanan semalam dan menuangkan semua kegembiraan kita saat sudah di puncak.

Roni yang masih sakit, terpaksa dia menjaga tenda dan tidak melanjutkan perjalanannya ke puncak.

Dan teman cewek saya juga ikut menjaga tenda. Satu teman cowok lagi juga ikut menjaga tenda yang satunya.

Jadi, banyak yang nggak ikut melanjutkan perjalanan ke puncak. Karna kondisi yang tidak memungkinkan.

Hampir 45 menit, kita sudah sampai ke puncak gunung. Rasa lelah terobati, rasa semangat tumbuh lagi dan bersyukur atas segala ciptaan Tuhan yang telah Dia beri.

Tak lupa untuk mengabadikan moment yang spesial. Tak bisa berkata apa-apa selain memandang ciptaan-Nya.

Bersyukur yang teramat besar sudah bisa menginjakkan kaki di gunung ini. Pertama kali dan berkesan sekali dengan pendakian pertama ini.

Gunung Penanggungan
Gambar diambil saat di Puncak Gunung Penanggungan

Yah, mungkin hanya sedikit cerita ini yang bisa saya bagikan. Inti dari cerita ini jangan pernah meninggalkan teman yang sedang kesusahan.

Tolong-menolonglah antar sesama manusia, apalagi sesama teman. Jangan sampai kita acuh tak acuh kepada teman kita.

Ada teman susah, kita tolongin. Ada teman lagi butuh bantuan, kita bantu. Solidaritas juga harus tetap terjaga, agar kalo kita sedang susah masih ada teman yang bisa bantu.

Semoga bermanfaat.

Salam berbagi untuk saling melengkapi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *