Mondok Dua Hari

genpi.co

Rata-rata, orang merayakan tahun barunya dengan melihat kembang api di tengah kota. Menghamburkan uang hanya untuk menuruti hawa nafsu saja. Dan membuat cerita yang berkesan dan terkesan nantinya.

Pergantian tahun dari tahun 2018 ke tahun baru 2019, merupakan pergantian yang sangat spesial bagi saya dan mas Zeck. Menjadi cerita yang sangat mengenang untuk kita.

Welcome Jogja

Dari Kota Solo, saya dan mas Zeck melanjutkan perjalanan kembali ke Kota Jogja.

Kota yang sangat terkenal akan Candi Borobudur, Pantai Parangtritis, Malioboro dan tempat wisata lainnya.

Hampir delapan tahunan, saya tidak menginjakkan kaki di kota ini, setelah lulus dari sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI).

Perjalanan menuju ke Kota Jogja ini, cukup memakan waktu lama. Hampir dua jam kira-kiranya, kita baru sampai di kota ini.

Karna kendala macet dengan suasana tahun baru, juga banyaknya orang yang mudik untuk menuju kampung halaman. Dan untuk mereka yang sedang mencari kesenangan tersendiri.

“Nanti yang jemput kita siapa mas Zeck?”, tanya saya kepada dia yang sedang komunikasi dengan teman pondoknya.

“Santai aja, nanti ada teman saya yang nunggu disana”, dengan santainya dia menjawab.

“Ok, siap-siap”, jawab saya dengan rasa santai juga.

Sampailah kita di Kota Jogja, dan teman mas Zeck sudah menunggu dipinggir jalan yang menjadi tempat pemberhentian bis.

Dua orang teman pondoknya mas Zeck ini, sudah menanti disana. Dengan kendaraan motornya yang saya lihat seperti motor bodyan atau motor yang sudah dimodifikasi.

Karna saya lihat-lihat, motor yang biasanya dimodif seperti ini, itu menandakan yang punya motor ini suka traveling.

Tempat Tinggal Baru

Pondok Pandanaran
Gambar diambil setelah sampai di pondok

Setelah kita dijemput di tempat pemberhentian bis, kita diantar menuju pondoknya. Pondok Pesantren Sunan Pandanaran yang akan menjadi tempat istirahat kita nantinya untuk beberapa hari kedepan.

Dengan rasa bahagianya, saya yang sudah tidak memikirkan tempat istirahat nantinya. Sangat santai dan selow karna sudah ada tempat untuk istirahat.

“Kamu asli mana mas?”, tanya saya kepada teman mas Zeck yang sedang naik motor menuju pondok.

“Asli Tangerang saya mas, lha kamu juga temennya Zaki ta?”, jawab dia yang sedang menyetir motor.

“Iya mas, temen sholawatannya dia”, jawab saya dengan rasa senang.

“Lah ini tadi habis dari Solo ya, Haul Habib Ali?”.

“Iya mas, sekalian lanjut kesini. Mampir dan jalin silaturrahmi sama teman pondoknya mas Zeck, hehe”.

Pebincangan antara saya dan teman mas Zeck ini, menemani perjalanan kita selama menuju pondok.

Rasa senang yang sangat saya syukiri, sudah bisa menginjakkan kaki di kota yang banyak sejarah ini. Meskipun kita nantinya hidup di pondok beberapa hari, tapi menginjakkan kaki disini saja sudah menjadi rasa bangga untuk saya.

  • Hari Pertama

Sampai di pondok, saya dan mas Zeck beres-beres dan mencari tempat tidur untuk istirahat.

Rasa lelah yang masih melekat di badan, membuat diri ini tidak sanggup lagi untuk melakukan perjalanan.

Kamar pondok yang dipenuhi dengan banyak orang, kebersihan yang lumayan terjaga, hihi. Dan berbagai daerah yang meyatukannya di pondok ini.

Sebut aja Gus Idam teman mas Zeck yang berasal dari Tangerang, dia yang sudah pernah mondok pertama di Gresik, sudah terbiasa dengan logat Jawa.

Piye kabar e Mbol (gimana kabarnya Mbol?)”, tanya Gus Idam kepada mas Zeck yang selama di pondok Suci disebut Kombol.

“Alhamdulillah gus, sae. Samean piye? Jelas wes akeh ilmune iki? (alhamdulillah gus, baik. Kamu gimana? Jelas sudah banyak ilmunya ini?)”, jawab mas Zeck dengan rasa kangennya.

Mereka yang dulu mengukir cerita di pondok, sekarang bisa bertemu lagi. Saling menanyakan kabar, cerita masa lalu yang begitu sangat berkesan.

Karna rata-rata di pondok ini, alumni dari Pondok Suci. Jadi tak heran, kalo Pondok Pandanaran sebagian dari Pondok Suci. Melanjutkan mondok, kuliah dan menuntut ilmu di pondok ini.

Malam hari telah tiba dan perjalanan terhenti di pondok ini. Kita melanjutkan untuk mimpi basah, ups. Tidur maksudnya kawan, hehe.

  • Hari Kedua

Pondok Pandanaran
Gambar diambil saat nongkrong

Pagi hari telah tiba, memulai aktivitas dengan nongkrong yang ditemani dengan kopi, gorengan dan camilan lainnya. Nongkrong yang tepat di sebelah kamar pondok sebelahnya lagi sudah ada sungai.

Suasana yang belum pernah saya temui sebelumnya. Paling ya, nongkrong di warung kopi yang ada Wi-finya sambil main HP dan jarang ngobrol.

Setelah selesai, kita melanjutkan untuk sarapan pagi, bersih-bersih badan dan melanjutkan keliling Kota Jogja ini.

“Aku mandi dulu ya!”, kata saya yang belum mandi dari kemarin kepada gus Idam, hihi.

“Oh ya mas, monggo (silahkan)”, jawab gus Idam.

Keliling Kota Jogja yang sudah saya tunggu dari kemarin, akhirnya bisa keliling juga di kota ini, hihi.

“Acara selanjutnya kemana mas Zeck?”, tanya saya yang masih bingung setelah mandi.

Manut gus e iki (ikut gusnya ini)”, kata mas Zeck yang mau mandi.

“Ok siap”

Motor sudah distater, semua sudah rapi dan semua sudah siap. Kita berempat berangkat mengelilingi Kota Jogja. Saya dengan Bahktiyar, mas Zeck dengan gus Idam yang sudah menjadi teman lengketnya sejak mondok di Gresik dulu.

“Ini mau kemana mas?”, tanya saya kepada Bakhtiyar.

“Ini lho mas, mencari udara segar dan muter-muter Kota Jogja”, jawab Bakhtiyar yang sedang nyetir motor.

  • Malam Pergantian Tahun

Pondok Pandanaran
Gambar diambil dari story ig – file asli hilang

Puas dengan jalan-jalan tadi pagi, saatnya untuk tidur siang. Mengumpulkan tenaga untuk malam pergantian tahun nanti. Malam yang sangat spesial untuk saya dan mas Zeck, bisa menghabiskan waktu di kota ini.

“Nanti malam acara gus?”, tanya saya kepada gus Idam sebagai ketua kelas ditempat kuliahnya.

“Nanti malam ada acara bakar jagung, didekat danau. Lumayan jauh tempatnya dari pondok”, jawab gus Idam yang sedang repot untuk persiapan nanti malam.

Malam sudah datang. Setelah sholat isya’, kita langsung berangkat ke lokasi, untuk acara pergantian tahun nanti.

Setelah sampai lokasi, ada sebagian rombongan yang masih tertinggal. Saling mencari lokasinya dimana, karna rata-rata teman kuliahnya gus Idam belum ada yang tau.

Sampai lokasi semua, menggelar tikar, kumpulkan kayu untuk api unggun dan siap untuk bakar-bakar jagung.

Suasana yang sangat indah, ditemani dengan alunan lagu yang terdengar dari teman-teman dan suara gitar yang mengiringinya.

Canda tawa, bahagia dan semua beban yang kita bawa, terasa hilang dengan malam yang penuh kesan ini.

Ada yang ngobrol masalah nikah, kuliah, kehidupan setelah kuliah. Bahkan berbicara dengan logat yang mereka bawa dari masing-masing daerah.

Ada yang dari Tangerang, Bandung, Gresik, Jombang dan lainnya. Semua logat yang mereka bawa dari kota kelahirannya masing-masing, mereka ungkapkan disini.

Hari Terakhir di Jogja

Kota Jogja
Gambar diambil saat di Malioboro

Setelah pergantian malam kamarin. Kita harus meninggalkan kota ini, karna kondisi saya yang besok harus memulai aktivitas kembali.

Hari demi hari telah saya lalui dengan penuh cerita, misteri dan penuh kenangan yang tak akan terlupakan.

Menambah saudara dari berbagai daerah, menjadikan saya tidak pernah berhenti untuk menjelajah dunia ini.

Sebelum pulang, saya dan Mas Zeck menyempatkan waktu sebentar untuk jalan-jalan di Malioboro. Karna lokasi yang dekat dengan pondok.

Belanja apa yang diinginkan, dan tidak lupa untuk mengabadikan momen, hihi. Foto-foto yang menjadi dokumentasi kenangan di kota ini.

Mengejar waktu untuk tidak terlambatya bis yang akan kita naiki nanti. Sebentar, tapi sudah membuat saya bersyukur alhamdulillah.

“Gimana? Udah puas belanjanya?”, tanya mas Zeck kepada saya.

“Aku manut apa katamu ndan, hehe”, jawab saya dengan senyum-senyum.

Tak lupa juga, fotonya juga buat story di Instagram, hihi.

Tujuan Terakhir

Gambar tiket diambil saat didalam bis

Secepatnya kita menuju terminal Jogja, untuk segera kembali ke kota asal. Kota yang menjadi tujuan akhir dari cerita ini.

Membeli air untuk bekal minum nanti didalam bis dan barang-barang yang sudah kita beli di Malioboro tadi.

Beberapa bis lewat, tapi bukan jurusan Mojokerto. Bis yang lewat hanya jurusan ke arah barat. Termasuk Ciamis, Tangerang, Bandung dan lainnya.

Bis jurusan Surabaya juga lewat, tapi bisnya lewat jalan tol. Karna kalo lewat jalan tol, nanti bisnya tidak melewati Mojokerto, tapi langsung ke Kota Surabaya.

Satu sampai dua jam kita menunggu, akhirnya ada juga jurusan Surabaya lewat jalan Mojokerto. Awalnya saya ragu untuk naik bis itu, karna posisi saya mau berak saat bis sudah datang.

“Mas Zeck, aku mau berak”, memberitahu mas Zeck sambil menahan rasa sakit di perut.

“Kalo mau berak, berak aja. Aku tungguin kok”, dengan santainya mas Zeck menjawab.

Tidak ambil pusing, saya pun memilih untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah tercinta. Meskipun dengan menahan rasa yang ada dalam perut.

Tidak berfikir apa-apa, yang nantinya akan ada sesuatu yang keluar dari jalan belakang. Saya pun tertidur di dalam bis selama perjalanan, dan rasa ingin  berakpun sudah hilang.

Rumah yang menjadi titik akhir dari perjalanan ini dan menjadi penghujung akhir dari cerita ini.

Semoga yang membaca artikel ini, bisa mengambil hikmah dari perjalanan saya. Semoga bermanfaat.

Salam berbagi untuk saling melengkapi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *