Akhir Tahun

Akhir tahun yang akan menyambut tahun baru, pastinya moment yang sangat ditunggu oleh setiap manusia. Merencanakan sesuatu yang nantinya akan sangat berkesan di kehidupannya.

Berakhirnya tahun kali ini, akan terasa beda dengan tahun-tahun sebelumnya. Karna saya di akhir tahun ini, berkunjung di kota orang. Kota Solo yang akan menjadi cerita akhir tahun ini.

Sedikit Tantang Habib Ali

bangkitmedia.com

Kali ini saya akan menceritakan pengalaman yang sangat-sangat barokah, manfaat dan banyak pelajaran yang saya dapatkan.

Kota Solo yang menjadi kota untuk mencari barokah para habib-habib. Kota yang juga terkenal di daerah Jawa Tengah, yang juga tempat dimana pengarang Simtud Duror di makamkan.

Dikenal sebagai Habib Ali yang masih berumur 68 menulis kitab maulid yang diberi nama Simtud Duror. Maulid ini pertama kali dibacakan di rumah beliau dilanjutkan di rumah muridnya yang bernama Habib Umar bin Hamid.

“Jika salah seorang membaca kitab Maulid atau menghafalnya, maka rahasia Al-Habib SAW akan tampak pada dirinya. Setiap kali kitab ini dibacakan kepadaku, dibukakan pintu bagiku untuk berhubungan dengan Nabi saw”, perkataan Habib Ali kepada kitab ini.

Pujian yang sudah diterima oleh masyarakat dan ini sebuah bentuk besarnya cinta Habib Ali kepada Nabi SAW. Dalam kitab Maulid ini, beliau juga menyebutkan beberapa sifat agung Nabi SAW. Ini sebuah ilham yang diberikan Allah kepada Habib Ali.

Dan alhamdulillah, saya dan teman saya beserta grup sholawat saya ini masih bisa membacanya setiap hari kamis malam jum’at legi.

Meskipun itu tidak semua yang bisa ikut, tapi selalu terlaksana kegiatan rutinan ini.

Kepastian Berangkat

Tepat tanggal 30 Desember 2018 haulnya Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi yang makamnya tepat berada di Solo. Sebut saja mas Zeck atau panggilannya Zaki, dia yang mengajak saya untuk menghadiri haul tersebut.

Karna dia kalo kemana-mana pasti mengajak saya. Bahkan menjenguk adiknya di pondok saja dia mengajak saya. Mungkin saya spesial kali ya, hihi.

Dia juga vocal di grup sholawat saya. Jadi nggak heran kalo dia pecandu sholawat. Beberapa ajakan untuk sholawat nggak pernah dia tolak, pasti dia mau kalo diajak sholawat.

“Tanggal 30 Desember ada haul Habib Ali di Solo, ayo berangkat!!!”, ajak mas Zeck dengan penuh semangat.

Awalnya saya mau untuk langsung jawab iya. Tapi kondisi saya yang belum pasti libur kerjanya kapan. Jadi, saya belum bisa memastikan jawaban dia.

Karna tanggal itu juga ada acara di tempat kerja saya. Acara pernikahan anak juragan saya yang berlangsung di Surabaya.

Dan semua yang bekerja harus ikut di acara tersebut. Tapi saya masih bingung, mau ikut apa nggak. Karna kedua acara itu penting bagi saya juga.

Pikir saya, mungkin hari itu sudah mulai libur kerja, karna ada acara yang begitu penting bagi juragan saya.

Dan tepat, tanggal 31-nya itu hari senin, hari yang terpepet oleh tanggal merah, bisa dibilang orang-orang HARPITNAS (Hari Kecepit Nasional), hihi.

Tak berpikir panjang-panjang lagi, saya pun memilih untuk pergi ke Solo. Dan sembunyi-sembunyi untuk nggak hadir mengikuti acara pernikahan anak juragan saya.

Menunggu Kepastian

instaisb.com

Kita hanya berangkat dua orang saja, karna teman yang lain sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang kerja, ngajar, kuliah dan lainnya.

Karna acara haulnya ada 5 hari tanggal 25 sampai tanggal 30, maka kita hanya memilih tanggal 30-nya saja. Acara penutup dengan pembacaan Maulid Situd Duror.

Terpaksa tanggal 29 nya, kita berdua harus berangkat menuju Kota Solo. Karna perjalanan yang cukup jauh dan belum nantinya macet dengan suasana mau pergantian tahun.

Pagi hari kita sudah siap untuk berangkat dan kebutuhan untuk berangkat kesana juga siap semua.

“Nanti sepedanya gimana mas Zeck?”, tanya saya dengan naik motor menuju tempat pemberhentian bis.

“Ya dititipkan dipenitipan sepeda motor, gimana see”, jawab dia yang agak kesal dan sedikit bercanda dengan pertanyaan saya.

Jalan Raya Tjiwi, tempat kita berdua mencari bis yang tujuannya ke Solo. Beberapa bis lewat di depan kita, tapi bukan jurusan ke Solo.

Berdiri, duduk dan berbincang-bincang mengenai bis yang ditunggu nggak datang-datang.

Hampir setengah jam kita seperti itu, “ini bis kalo kita duduk, bis yang lewat itu jurusan ke Solo ya”, kata mas Zeck dengan candanya yang khas dan rasa kesal, hihi.

Wkwkwkwk, gimana lagi mas Zeck. Namanya juga bis”, ngakaklah saya.

“Yah kan, kalo kita berdiri bus yang lewat bukan jurusan Solo”, ucap mas Zeck sambil berdiri.

Tertawalah saya. Saya hanya bisa bersabar dan menunggu kepastian bis yang arahnya ke Solo.

Selang beberapa saat, kita pun mendapatkan bis yang jurusannya ke Solo. Rasa puas yang sangat lega kita syukurkan, penantian yang cukup lama tidak sia-sia.

Perjalanan

Mendapatkan bis yang jurusan ke Solo yang sangat kita syukuri. Meskipun kita masih dapat posisi berdiri, tapi alhamdulillah bisa berangkat ke Solo.

Keadaan berdiri yang membuat saya tak nyaman untuk menaiki bis ini. Tapi mau gimana lagi, mau tak mau harus saya paksakan.

Jujur, saya trauma dengan naik bis. Yang dulu pernah membuat saya sampai mau jantung copot. Pengemudi yang sangat ceroboh atau ugal-ugalan kalo orang jawa bilangnya.

  • Penumpang Mencurigakan

Dalam bis dengan kondisi berdiri, membuat saya berpikir negatif. Saya berfikir, nantinya akan ada pencopet yang mau ambil sesuatu dari saya.

Jarak saya dengan mas Zeck juga agak jauh. Terhalang oleh penumpang lain dan nggak bisa berkomunikasi dengan lancar.

Dan benar, nggak lama kemudian ada seorang penumpang yang wajahnya sudah saya curigai.

Berpenampilan seperti orang jahat dengan pakaian yang penuh warna hitam, berkacamata hitam dan bermasker hitam juga.

Setelah saya lihat-lihat, gerak-gerik dari dia juga mencurigakan. Seperti salah tingkah dan akan mau ada apa-apa di dalam bis.

Posisi dia juga di depan saya. Khawatir, takut segala macam sudah nggak srek dengan kondisi seperti ini.

Tidak lama kemudian, orang ini saya lihat-lihat sudah memejamkan mata sambil berdiri. “Orang ini nggak papa kan, kok tidur sambil berdiri” batin saya.

Ternyata, orang yang saya curigai bukan orang jahat. Dia tertidur sambil berdiri, mungkin dia sudah lelah akan capeknya berdiri, hihi.

  • Alhamdulillah Duduk

Sedikit demi sedikit penumpang yang duduk turun dari bis. Saya melihat ada penumpang yang sedang menggendong anaknya.

Saya pun mempersilahkan penumpang yang menggendong anak ini untuk duduk dulu. Karna saya nggak tega melihat orang ini berdiri terus.

Lama-kelamaan penumpang yang duduk turun juga. Tak ambil pusing, saya pun menempati kursi yang kosong ini.

Karna jarak kursi yang kosong ini dekat dengan saya dan mas Zeck pun masih dalam kondisi berdiri.

Tak lama kemudian penumpang sebelah saya ini turun dan akhirnya mas Zeck duduk disebelah saya.

Sangat bersyukur sudah bisa duduk di bis ini. Karna hampir satu sampai dua jam kita dalam kondisi berdiri.

Canda tawa dimulai lagi, melihat penumpang cewek dengan badan besar sedang berdiri di sebelah mas Zeck. Karna posisi gunung kembar dia tepat dimuka mas Zeck.

Heh, ini gimana, saya sedang dihadapi tiitt nya cewek ini”, kata Mas Zeck sambil berbisik di telinga saya.

“Hajar aja Mas Zeck, lumayan sekali-kali, hehe”, jawab saya sambil tertawa pelan.

Hush, kamu sini kalo mau. Saya nggak mau dengan badan besar kayak gini”, jawab mas Zeck sambil mepet saya.

Saya mah juga nggak mau kalo badan besar kayak gitu. Remek badan saya nantinya kalo tertimpa badan sebesar itu.

  • Saling Bergantian Tidur

Haul Habib Ali
Gambar diambil saat Mas Zeck tertidur

Setelah kejadian itu sudah selesai, kita pun capek. Lelah akan kekonyolan seperti itu tadi.

Beberapa kali, selalu aja ada kejadian yang aneh di dalam bis.

Dari penumpang yang berdiri saya lihat, dia seperti sedang membaca mantra dalam bus. Melihat penumpang seperti teman kita dan tak lupa juga pengamen yang dengan lagu ciri khasnya.

Lama-kelamaan saya pun tertidur karna rasa kesal, capek, panas dan lainnya. Sementara itu, mas Zeck masih dalam kondisi terbangun dengan rasa ngantuk belum ada pada dirinya.

Ketika saya sudah bangun, saya pun mempersilahkan mas Zeck untuk tidur. “Kamu tidur, kalo capek”, ucap saya dengan rasa perhatian.

“Ok, santai aja”, jawab dia sambil menahan rasa ngantuk.

Tak lama kemudian dia pun tertidur. Kepala yang disandarkan di pundak saya dengan menjaga barang bawaan.

Beberapa jam kemudian, dia terbangun dengan rasa yang sangat lega. Tepat posisi saya ingin tidur juga.

Tak selang beberapa menit. Saya pun mulai tidur untuk yang kedua kalinya dan ketika saya bangun, dia sudah tertidur.

Dan saat dia terbangun, saya sudah tidur. Tanpa sepengetahuan dari kita dan hanya saling peka saja, hihi.

Sampai beberapa kali seperti itu dan nggak sadar kalo sudah berada di posisi Jawa Tengah.

Terminal Tirtonadi

solo.tribunnews.com

Hampir dua jam yang sebenarnya sudah sampai di Terminal Tirtonadi, kita masih dijalan karna kendala macet yang sangat panjang.

Penantian yang berkunjung datang, tibalah kita di Terminal Tirtonadi. Terminal yang terbesar di Solo.

Setelah turun dari bis, kita pun mencari masjid yang berada di luar terminal. Muter sana sini nggak ketemu, tanya orang ini itu nggak juga menemukan.

Tanya orang lagi “Pak, masjid sekitar sini dimana ya?”, tanya saya kepada orang sekitar.

“Oh, didalam terminal mas ada masjid, nanti tanya aja sama orang yang disana”, jawab orang sekitar.

Kembali ke dalam terminal, kita cari masjid. Tanya kepada orang yang bertugas disana. “Pak, masjid sebelah mana ya?”, tanya saya.

“Ini lurus mentok, belok kanan pojokan sudah ada masjid”, jawab petugas sambil menunjukkan arah.

Bergegas kita menuju masjid. Beristirahat sebentar dan sholat ashar.

Pertemuan Yang Tidak Sengaja

Haul Habib Ali
Gambar diambil saat bersantai

Setelah selesai sholat, kita keluar masjid dan mas Zeck melihat seperti ada teman saya disini. Teman yang dulunya pernah mondok bersama.

Dan benar, saat mas Zeck melihat, ada segerombol temannya juga ada disini. Mereka juga menghadiri Haul Habib Ali semalam dengan acara pengajiannya.

“Gimana kabarnya?”, tanya mas Zeck kepada temannya.

“Alhamdulillah baik. Kamu gimana, kapan nikah?”, tanya temannya kepada mas Zeck sambil canda.

“Alhamdulillah sehat. Lho, bukannya kamu sudah nikah ya?”, jawab mas Zeck dengan khas gurauannya.

“Bisa ae kamu ini Zak”, jawab temannya yang juga bercanda.

Pertemuan yang belum direncanakan, menjadikan kita untuk saling menjaga silaturrahmi. Menjalin ukhuwah sesama saudara yang sudah lama nggak bertemu.

Berbincang-bincang mengenai Haul Habib Ali semalam. Cerita kehidupan kesehariannya sekarang dan banyak yang nggak bisa saya sebut satu persatu.

Bersama temannya mas Zeck layaknya orang yang sedang merantau. Membawa barang yang banyak, memakai sarung, memakai peci.

Semacam anak pondok yang sedang berpetualang mencari kitab suci yang terpendam di Kota Solo, hihi.

Masjid Riyadh

nasional.republika.co.id

Setelah keluar dari masjid dan mencari tempat untuk bersantai sebentar, kita semua kembali ke terminal. Karna teman mas Zeck akan pulang. Dan takutnya nanti akan tertinggal bis.

Menunggu bis berhenti yang menuju rumah, menuju mereka kembali untuk kesibukan yang mereka lakukan nantinya.

Perpisahan yang terjadi di terminal, membuat kita berdua harus tatak lagi untuk melanjutkan perjalanan.

Melanjutkan yang nantinya entah tidur dimana, nantinya akan seperti apa. Sekilaspun nggak berfikir seperti itu.

Setelah sholat maghrib, kita memesan gojek untuk menuju Masjid Riyadh. Tempat yang nantinya akan kita jadikan untuk berdo’a, berdzikir dan bersholawat.

Dua gojek sudah kita pesan, kita pun menuju Masjid Riyadh. Sesampai di Masjid Riyadh, kita terpencar sebentar, karna tak ada kesepakatan antar dua gojek ini.

Saya berhenti di sebelah depan Masjid Riyadh sedangkan Mas Zeck berhenti di sebelah selatan masjid. Dan posisi HP saya dibawa mas Zeck, jadi nggak ada komunikasi diantara kita.

Terpaksa gojek saya menelpon mas Zeck, karna HP dia yang dibuat untuk pesan gojek tadi.

Setelah bertemu, kita berjalan memutari masjid yang penuh dengan orang. Hampir semua jalan tertutup oleh orang.

Mulai dari pejalan kaki, naik motor, naik mobil semua ada disana.

Kita pun mencari makan, mencari warung yang pas untuk mengisi perut yang belum terisi dari tadi sore.

Saat kita makan, ada orang datang ke warung. Dilihat-lihat sama mas Zeck, sepertinya itu adalah teman pondoknya dulu. Dan benar, itu temannya mas Zeck dulu waktu mondok di Suci Gresik.

Masyaallah, sungguh sempit dunia ini. Kita sudah bertemu dengan orang-orang ahli ibadah, ahli sholawat dan ahli dzikir yang mampu menyempatkan waktunya untuk menghadiri Haul Habib Ali ini.

Makam Habib Ali

Haul Habib Ali
Suasana pintu gerbang makam

Setelah makan, kita pun bergegas untuk melanjutkan perjalanan menuju Makam Habib Ali yang berada di sebelah Masjid Riyadh.

Berjalan perlahan sambil menikmati suasana yang begitu banyak orang untuk mencapai barokahnya Habib Ali.

Sampai di depan pintu gerbang makam Habib Ali, sungguh masyaallah. Orang-orang semua yang ada disana, berbondong-bondong untuk masuk ke dalam makam beliau.

Tak berfikir itu anak kecil, anak dewasa, bapak-bapak, ibu-ibu, bahkan orang yang sudah lanjut usiapun menyerobot untuk bisa masuk ke dalam makam beliau.

Mulailah kita masuk menuju makam, body-membody antar pengunjung. Dulu-duluan untuk sampai ke makam.

“Tolong untuk para pengunjung, bisa mengantri dengan tertib. Dahulukan yang keluar dari makam”, ucap dengan tegas penjaga yang berada di pintu masuk makam.

“Hati-hati barang bawaan anda. Waspadai depan, belakang, kiri dan kanan anda”, himbauan petugas kepada para pengunjung yang berburu masuk ke makam.

Suara lantang untuk bersholawat yang tanpa henti terucap dalam mulut, untuk bisa masuk kedalam makam dan dipermudahkan-Nya.

Setelah beberapa jam kemudian, alhamdulillah kita bisa menjebol orang-orang yang berbondong-bondong menyerobot masuk kedalam makam.

Mulai berdzikir di dalam makam, kekhusyuan yang mulai kita jaga. Dzikir sebenar-benarnya dikhususkan untuk Habib Ali.

Suasana panas dalam makam, tempat yang sempit dengan banyaknya orang, fikiran hanya fokus dalam berdzikir.

Selesai berdzikir kita langsung keluar dari makam. Rasa lega yang sangat alhamdulillah, rasa bangga untuk pertama kali masuk ke makam Habib Ali.

Haul Habib Ali
Suasana dalam makam Habib Ali

Pembacaan Simtud Duror

Setelah keluar dari makam, kita berjalan kaki menuju keraton yang dekat dari Masjid Riyadh.

Mencari udara segar, melihat indahnya Kota Solo dan mensyukuri nikmat sadah bisa menginjakkan kaki di kota ini.

Sudah puas akan jalan-jalannya, kita pun menuju ke pendopo untuk mencari tempat istirahat. Sesampai di pendopo, banyak orang yang sudah tergeletak dan mencari tempat untuk tidur disana.

Membeli alas tikar, untuk alas kita tidur. Rasa dingin bercampur lelah sudah merasuk dalam tubuh. Tak berfikir panjang dan tak banyak kata, kita pun memulai untuk waktu istirahat.

Keesokan harinya, setelah berjama’ah sholat subuh. Kita siap-siap dan menanti akan pembacaan Maulid Simtud Duror.

Tepat pukul setengah enam, pembacaan Maulid Simtud Duror dimulai. Suara dari sisi kanan, kiri, depan dan belakang terdengar sangat keras dan khusyuk.

Bersholawat dengan sungguh-sungguh dan mengharap barokah dari Habib Ali sang pengarang kitab ini.

Kenikmatan yang sangat kita syukuri, menjadikan kita untuk tetap istiqomah dalam membaca kitab ini, setiap hari kamis malam jum’at legi.

Haul Habib Ali
Saat selesai pembacaan Maulid Simtud Duror

Pertama kali menghadiri haul ini, sungguh sangat berkesan untuk saya dan mas Zeck. Mulai dari perjalanan sampai cerita selanjutnya ini.

Cerita yang membuat saya untuk bisa memaksimalkan artikel ini. Dan pertama kali menulis artikel sebanyak 2000 kata lebih, huh :D.

Sungguh sangat berarti untuk saya dan banyak pelajaran yang saya dapat dari cerita ini. Terima kasih dan sampai jumpa kawan.

Salam berbagi untuk saling melengkapi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *